Selasa, 25 September 2012

alzheimer




LAPORAN PENDAHULUAN
ALZHEIMER


A.    TINJAUAN TEORI
1.      Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu:
a.       Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
b.      Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
c.       Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar.

1)      Sel Saraf (Neuron)
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
a.       Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson.
b.      Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c.       Akson /Neurit
Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel- sel sachwann. Neurit yang tidak dibungkus oleh lapisan myelin disebut nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.

Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan fungsinya, yaitu:
a.       Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima rangsangan dari reseptor yaitu alat indera.
b.      .Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan rangsangan ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang diantarkan berasal atau diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.
c.       Sel saraf penghubung, adalah sel saraf yang berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Sel saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik dan sel saraf motorik.
Hubungan antara saraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini terletak antara dendrit dan neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan kantung-kantung yang berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzim kolinesterase. Zat-zat tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada sinapsis. 
1)      Impuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Contoh rangsangan adalah sebagai berikut:
a.       Perubahan dari dingin menjadi panas.
b.      Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
c.       Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d.      Suatu benda yang menarik perhatian.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang panjang.
b.      Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak. Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
-        Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu
-        Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi
SISTEM SARAF PUSAT
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak  dan sumsum tulang belakang medulla spinalis. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1.      Durameter,  terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
2.      Arachnoidea mater, Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3.      Piameter, Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1.      badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2.      serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3.      sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat

1.      OTAK

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.

a.      Otak besar (serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.

b.      Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.

c.       Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.

d.      Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.

Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

e.       Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

 

1.      SUMSUM TULANG BELAKANG  (medula spinalis)

Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang ke dua. Sumsum tulang belakang juga dibungkus oleh selaput meninges. Bila diamati secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar tampak berwarna putih (substansi alba) karena banyak mengandung akson (neurit) dan bagian dalam yang berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna kelabu (substansi grissea) karena banyak mengandung badan sel-sel saraf. Sumsum tulang belakang berfungsi untuk:

-        menghantarkan impuls dari dan ke otak

-        memberi kemungkinan jalan terpendek gerak refleks.

Sirkulasi Darah pada Sistem Saraf Pusat
Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak  sebagai blood flow cerebral adalah 20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2% dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar.

Suplai Darah Medula Spinalis
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 
1)  Arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis
2)  Arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.
 Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.

Cairan Cerebrospinalis  (CSF)
Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan  konstan dalam kranium. Cairan ini  terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel otak, namun bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak. Pada orang dewasa volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan absorbsi. Absorbsi  terjadi disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga  yang saling berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri  tempat pembentukan cairan ini yaitu: 1) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2) ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus tertius III ditengah-tengah otak, dan 4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan medula oblongata.
Fungsi Cairan Otak
1.      Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala
2.      Mempertahankan tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20 mmHg
3.      Memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah diotak.

SISTEM SARAF TEPI
1.      Sistem saraf somatic/ system saraf sadar
Sistem saraf somatis disebut juga dengan sistem saraf sadar Proses yang dipengaruhi saraf sadar, berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini. Misalnya ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan sampai ke otak. Otak menterjemahkan pesan tersebut dan mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.
Sistem saraf somatis terdiri atas :
a.      Saraf otak (saraf cranial), saraf otak terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang tengkorak. Urat saraf ini berjumlah 12 pasang.
 
a.      Saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal), saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang . Saraf sumsum tulang belakang berfungsi untuk meneruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat juga meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot rangka tubuh.

Jumlah
Medula spinalis daerah
Menuju
7 pasang
Serviks
Kulit kepala, leher dan otot tangan
12 pasang
Punggung
Organ-organ dalam
5 pasang
Lumbal/pinggang
Paha
5 pasang
Sakral/kelangkang
Otot betis, kaki dan jari kaki
1 pasang
Koksigeal
Sekitar  tulang  ekor

1.      Sistem saraf autonom (tak sadar)
Sistem saraf autonom merupakan bagian dari susunan saraf tepi yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis. Sistem saraf autonom mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti otot perut, pembuluh darah, jantung dan alat-alat reproduksi. Menurut fungsinya, saraf autonom terdiri atas dua macam yaitu:
a.       Sistem saraf simpatik
b.      Sistem saraf parasimpatik
Sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik bekerja secara antagonis (berlawanan) dalam mengendalikan kerja suatu organ. Organ atau kelenjar yang dikendalikan oleh sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik disebut sistem pengendalian ganda.
Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah sebagai berikut :
-        Mempercepat denyut jantung
-        Memperlebar pembuluh darah
-        Memperlebar bronkus
-        Mempertinggi tekanan darah
-        Memperlambat gerak peristaltis
-        Memperlebar pupil
-        Menghambat sekresi empedu
-        Menurunkan sekresi ludah
-        Meningkatkan sekresi adrenalin.
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.


2.      Pengertian Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyakit generasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas (Arif Muttakin, 2008).
Penyakit Alzheimer, atau demensia senil dari tipe Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri (Brunner & Suddarth, 2002).
Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua (http://id.wikipedia.org/wiki/Alzheimer, 2011).
Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf otak yang kompleks dan progresif yang di sebabkan karena berkurangnya gizi di otak (http://www.lenterabiru.com/2010/02/alzheimer.htm, 2011). 
2.      Etiologi
            Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
            Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

3.      Patofisiologi
Sejumlah Patofisiologi penyakit alzheimer yaitu:
1.      Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominan. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
                                             


2.      Faktor infeksi
      Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a. manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform

            3. Faktor lingkungan
      Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.
      Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

            4. Faktor imunologis
      Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
      Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.

            5. Faktor trauma
      Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

            6. Faktor neurotransmiter
      Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a.      Asetilkolin
            Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter degan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus.
            Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.
b.       Noradrenalin
            Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.
            Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c.       Dopamin
            Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter region hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d.       Serotonin
            Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
e.       MAO (Monoamine Oksidase)
            Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.
4.      Manifestasi Klinis
            Gejala klinis yang berkaitan dengan defisit kognitif multipel adalah gangguan memori (termasuk ketidakmampuan untuk mempelajari informasi yang baru atau me-recall informasi yang telah dipelajari sebelumnya), gangguan berbahasa (aphasia), gangguan dalam kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik meskipun fungsi organ motorik masih utuh (apraxia), gangguan dalam mengenali objek meskipun fungsi organ sensorik masih utuh (agnosia), gangguan dalam kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, berpikir sekuensial dan abstrak (gangguan fungsi eksekutif). Dalam perjalanannya, penyakit Alzheimer dapat dibagi dalam 3 fase yaitu:
a.      Fase awal (Ringan). Pada tahap ini pasien mulai mengalami kehilangan memori maupun fungsi kognitif lainnya, tapi pasien masih dapat mengkompensasinya dan masih dapat berfungsi secara normal dan independen dengan sedikit pertolongan. Sikap apatis dan kecenderungan menarik diri yang merupakan gambaran di semua fase, mulai timbul di fase ini. Ciri-cirinya:
1)      Gangguan Kognitif dan memori :
-         Bingung, lupa nama dan kata-kata dan menghindar berbicara untuk mencegah kesalahan.
-         Mengulang pertanyaan dan kalimat.
-         Lupa kisah hidup mereka sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.
-         Kurang mampu untuk mengorganisasikan dan merencanakan sesuatu serta untuk berpikir logik.
-         Menarik diri dari lingkungan sosial dan tantangan-tantangan mental.
-         Disorientasi waktu dan tempat ; dapat tersesat di tempat-tempat yang familiar.
2)       Gangguan berkomunikasi mulai timbul :
-         Mulai mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri mereka sendiri.
-         Kadang tidak mampu untuk berbicara dengan benar meski masih dapat berespon dan bereaksi terhadap apa yang dikatakan kepada mereka ataupun terhadap humor yang dilontarkan.
-         Mengalami kesulitan untuk memahami bahan bacaan
3)       Perubahan kepribadian mulai timbul :
-         Apatis, menarik diri dan menghindari orang lain.
-         Cemas, agitasi dan iritabel.
-         Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain
-         Gampang marah terhadap hal-hal yang mendatangkan frustasi, rasa lelah, ataupun kejutan.
4)      Perilaku yang aneh mulai timbul :
-         Mencari dan menimbun benda-benda yang tidak berharga.
-          Lupa makan secara teratur ataupun hanya makan satu jenis makanan saja.
b.      Fase menengah (sedang). Gambaran utama dari fase ini adalah penurunan fungsi dari berbagai sistem tubuh pada saat yang bersamaan dan membuat ketergantungan pada orang lain yang merawat menjadi meningkat. Gangguan kognitif dan memori makin memberat, kepribadian mulai berubah dan masalah-masalah fisik mulai meningkat. Muncul sikap agresif, halusinasi dan paranoid. Ciri-cirinya :
1)      Gangguan Kognitif dan memori yang signifikan:
-         Lupa kisah hidupnya sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.
-         Mengalami kesulitan untuk mengingat nama dan wajah teman dan keluarga. Tapi masih dapat membedakan wajah yang familiar dengannya dari yang tidak dikenalnya.
-         Masih mengingat nama sendiri tetapi kesulitan untuk mengingat alamat dan nomer telepon.
-         Tidak dapat berpikir logis secara jernih. Tidak dapat mengatur pembicaraan mereka sendiri. Tidak dapat lagi mengikuti instruksi oral maupun tulisan, masalah keuangan dan aritmatika semakin meningkat.
-         Terputus dari realitas. Tidak mengenal diri sendiri di depan cermin dan dapat menganggap suatu cerita di televisi sebagai suatu kenyataan.
-         Disorientasi cuaca, hari dan waktu.
2)      Gangguan berkomunikasi :
-         Mengalami kesulitan dalam berbicara, memahami, membaca dan menulis.
-         Mengulang-ulang cerita, kata-kata, pertanyaan dan bahasa tubuh.
-         Masih dapat membaca tetapi tidak berespon dengan tepat terhadap materi bacaannya.
-         Kesulitan menyelesaikan kalimat.

3)      Perubahan kepribadian mulai signifikan :
-         Apatis, menarik diri, curiga, paranoid (seperti menuduh pasangan berhianat atau anggota keluarga ada yang mencuri).
-         Cemas, agitasi dan iritabel, agresif dan mengancam.
-         Halusinasi dan delusi muncul. Dapat melihat, mendengar, mencium dan mengecap sesuatu yang tidak nyata.
4)      Perilaku aneh yang timbul :
-         Perilaku seksual yang menyimpang (seperti : menganggap orang lain sebagai pasangannya dan bermasturbasi di depan umum).
-         Berbicara sendiri (hampir sepertiga hingga setengah penderita alzheimer berbicara sendiri).
-         Perubahan siklus tidur yang normal ( terjaga sepanjang malam, tidur sepanjang siang)
5)      Peningkatan dependensi :
-         Dapat makan sendiri, tetapi perlu bantuan untuk makan dan minum yang cukup
-         Membutuhkan bantuan untuk berpakaian yang sesuai dengan cuaca atau situasi
-         Membutuhkan bantuan untuk menyisir rambut, mandi, sikat gigi, dan menggunakan toilet
-         Tidak dapat lagi ditinggalkan sendiri dengan aman (dapat meracuni diri sendiri, membakar diri sendiri).
6)      Penurunan kontrol sadar :
-         Inkontinensia uri dan feses.
-         Tidak merasa nyaman duduk di kursi atau di toilet.
c.       Fase Lanjut (berat). Pada fase ini dapat dijumpai kemunduran kepribadian, gejala kognitif dan fisik memberat. Tingkah laku yang liar di fase awal perkembangan penyakit berubah menjadi lebih tumpul. Beberapa ciri khasnya :
1)      Kognitif dan memori yang makin memburuk :
-         Tidak mengenali lagi orang yang familiar, termasuk istri dan anggota keluarga yang lain.
2)      Kemampuan komunikasi benar-benar menghilang :
-         Tampak merasa tidak nyaman. Tetapi dapat berteriak bila disentuh ataupun bergerak.
-         Tidak mampu untuk tersenyum dan berkata-kata, atau berbicara dengan inkoheren.
-         Tidak dapat menulis dan memahami material bacaan.
3)      Kontrol sadar terhadap tubuh hilang :
-         Tidak dapat mengontrol gerakan, otot-otot terasa kaku.
-         Inkontinensia urin dan fecal komplit.
-         Tidak dapat berjalan, berdiri, sit up, ataupun mengangkat kepala tanpa bantuan orang lain.
-          Tidak dapat menelan makanan dengan mudah, sering tersedak .
4)      Dependensi komplit terhadap orang lain :
-         Membutuhkan bantuan di segala aktivitas hidupnya.
-         Membutuhkan perawatan sepanjang waktu.
5)      Penurunan derajat kesehatan yang bermakna :
-         Sering terjadi infeksi, kejang-kejang, penurunan berat badan, kulit menjadi tipis dan mudah terluka serta adanya refleks-refleks abnormal.
6)      Tubuh melemah :
-         Menolak makan atau minum, berhenti kencing, tidak dapat berespon terhadap lingkungan.
-         Hanya dapat merasakan dingin dan rasa tidak nyaman, serta hanya berespon minimal terhadap sentuhan.
-         Kelelahan dan tidur yang berlebihan.
-         Organ-organ sensoris tidak berfungsi lagi ; bila organ sensoris masih berfungsi, otak tidak mampu menerima input.
7)      Perubahan kepribadian :
-         Apatis, menarik diri.
-         Kepribadian yang tumpul.
8)      Perilaku yang aneh :
-         Menyentuh sesuatu benda berulang-ulang.
5.      Komplikasi
-          Malnutrisi
Pasien pada penyakit Alzheimer stadium berat akan timbul gejala tidur yang terlalu banyak pada siang hari, nafsu makan menurun dan terbangun di malam hari, maka mengakibatkan pasien tidak ada nafsu makan sehingga asupan nutrisi (seperti : protein, karbohidrat, vitamin, dan lain-lain.) pada tubuh pasien menjadi berkurang yang akan mengakibatkan pasien menjadi malnutrisi.
-          Kematian
Faktor predisposisi dari penyakit Alzheimer salah satunya adalah virus , yang dimana akan menginfeksi sel-sel saraf di otak, dimana diketahui di otak terdapat kelenjar hipofisis yang mengatur seluruh kegiatan organ-organ vital tubuh, jika ini yang terganggu akan mengakibatkan kematian.

6.      Pemeriksaan penunjang
1.      Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari:
a.      Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b.      Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c.       Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
d.      Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.

e.       Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al, menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

2.      Pemeriksaan neuropsikologik
                 Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
a.       Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b.      Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
c.        Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
           The Consortium to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari:
1.      Verbal fluency animal category
2.      Modified boston naming test
3.      mini mental state
4.      Word list memory
5.      Constructional praxis
6.      Word list recall
7.      Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3.      CT Scan dan MRI
                 Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
4.      EEG
                 Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
5.      PET (Positron Emission Tomography)
                 Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
6.      SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
                 Aktivitas terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
7.      Laboratorium darah
                 Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

7.      Peatalaksaan Medis dan Keperawatan
a.       Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1.      Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan  intelektualpada orang normal dan penderita alzheimer.
2.      Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.      Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4.      Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.      Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6.      Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.



b.      Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi ini bertujuan agar penderita Alzheimer menjadi lebih mengenal dan lebih siap menghadapi penyakitnya, serta lebih dapat memanage dirinya sendiri. Dapat dilakukan beberapa intervensi seperti:
1.      Pendekatan prilaku, yaitu dengan mengidentifikasi dan menurunkan masalah prilaku pasien seperti mengompol.
2.      Pendekatan emosi, meliputi reminiscence therapy (bermanfaat untuk kognitif dan mood pasien), validation therapy, supportive psychotherapy, sensory integration disebut juga snoezelen, dan simulated presence therapy.
3.      Pendekatan kognitif, yaitu dengan melatih kemampuan berpikir pasien, mengenal lingkungan pasien, dan berusaha mengingatnya.
4.      Pendekatan stimulasi orientasi, yaitu dengan terapi kesenian, terapi musik, terapi binatang peliharaan, beraktifitas, dan rekreasi
5.      Caregiver diperlukan ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas setiap hari seperti sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan infeksi).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar