LAPORAN
PENDAHULUAN
ALZHEIMER
A.
TINJAUAN
TEORI
1.
Anatomi
dan Fisiologi Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan
salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari
reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Untuk menanggapi rangsangan,
ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu:
a.
Reseptor, adalah alat penerima
rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah
organ indera.
b.
Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf
itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada
serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf
disebut neuron.
c.
Efektor, adalah bagian yang
menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor
yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar.
1) Sel Saraf (Neuron)
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang
disebut neuron. Neuron bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan
impuls (rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan
akson.
a.
Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel
saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan
meneruskannya ke akson.
b.
Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang.
Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c.
Akson /Neurit
Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan
perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang halus
yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput
mielin dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin
tersebut dibungkus oleh sel- sel sachwann. Neurit yang tidak dibungkus oleh
lapisan myelin disebut nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya
rangsangan.
Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan
berdasarkan struktur dan fungsinya, yaitu:
a. Sel saraf sensorik,
adalah sel saraf yang berfungsi menerima rangsangan dari reseptor
yaitu alat indera.
b. .Sel
saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan rangsangan ke
efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan
yang diantarkan berasal atau diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.
c. Sel saraf penghubung,
adalah sel saraf yang berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan
sel saraf lainnya. Sel saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang
belakang. Sel saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik dan sel saraf
motorik.
Hubungan antara saraf
tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini terletak antara dendrit dan neurit.
Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan kantung-kantung yang berisi zat kimia
seperti asetilkolin (Ach) dan enzim kolinesterase. Zat-zat tersebut berperan
dalam mentransfer impuls pada sinapsis.
1) Impuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor
dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Contoh rangsangan adalah
sebagai berikut:
a.
Perubahan dari dingin menjadi panas.
b.
Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit
menjadi ada tekanan.
c.
Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d.
Suatu benda yang menarik perhatian.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor
akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan
tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang
terjadi karena disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini
disampaikan melalui jalan yang panjang.
b.
Gerak refleks adalah gerak yang tidak
disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan
melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak. Contoh gerak refleks
adalah sebagai berikut:
-
Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu
-
Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu
tinggi
SISTEM SARAF PUSAT
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak dan sumsum
tulang belakang medulla spinalis. Selain
tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput
meninges. Ketiga lapisan
membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Durameter,
terdiri dari dua lapisan, yang terluar
bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai
duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala
dengan duramater terdapat rongga epidural.
2. Arachnoidea mater,
Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam
cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput
arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan
mekanik.
3. Piameter,
Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan
permukaan otak.
Otak
dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. badan
sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. serabut
saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. sel-sel
neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam
sistem saraf pusat
1. OTAK
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
b. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
c. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
d. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
e. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
1. SUMSUM TULANG BELAKANG (medula spinalis)
Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang ke dua. Sumsum tulang belakang juga dibungkus oleh selaput meninges. Bila diamati secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar tampak berwarna putih (substansi alba) karena banyak mengandung akson (neurit) dan bagian dalam yang berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna kelabu (substansi grissea) karena banyak mengandung badan sel-sel saraf. Sumsum tulang belakang berfungsi untuk:
- menghantarkan impuls dari dan ke otak
- memberi kemungkinan jalan terpendek gerak refleks.
Sirkulasi Darah
pada Sistem Saraf Pusat
Sirkulasi darah pada sistem saraf
terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam keadaan fisiologik
jumlah darah yang dikirim ke otak
sebagai blood flow cerebral adalah 20% cardiac out put
atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2%
dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai
oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar.
Suplai Darah Medula Spinalis
Medula spinalis
mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu:
1)
Arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis
2)
Arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri
vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut
diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang
mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak
berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang
terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang
terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus
venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput
otak.
Cairan Cerebrospinalis (CSF)
Cairan cerebrospinalis atau banyak
orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan bagian yang penting di dalam
SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel
otak, namun bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak.
Pada orang dewasa volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan
absorbsi. Absorbsi terjadi disepanjang
sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut
ventrikulus cerebri tempat pembentukan
cairan ini yaitu: 1) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2)
ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus tertius III ditengah-tengah otak, dan
4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan medula oblongata.
Fungsi Cairan Otak
1.
Sebagai
bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala
2.
Mempertahankan
tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20 mmHg
3.
Memperlancar
metabolisme dan sirkulasi darah diotak.
SISTEM SARAF TEPI
1.
Sistem saraf somatic/ system saraf
sadar
Sistem saraf somatis
disebut juga dengan sistem saraf sadar Proses yang dipengaruhi saraf sadar,
berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan
bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini. Misalnya ketika kita
mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan sampai ke otak. Otak
menterjemahkan pesan tersebut dan mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan
mendekati pintu dan mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.
Sistem saraf somatis terdiri atas :
a. Saraf otak (saraf cranial),
saraf otak terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati
lubang yang terdapat pada tulang tengkorak. Urat saraf ini berjumlah 12 pasang.
a.
Saraf sumsum tulang
belakang (saraf spinal), saraf sumsum tulang
belakang berjumlah 31 pasang . Saraf sumsum tulang belakang berfungsi untuk
meneruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat juga meneruskan impuls
dari sistem saraf pusat ke semua otot rangka tubuh.
Jumlah
|
Medula spinalis daerah
|
Menuju
|
7 pasang
|
Serviks
|
Kulit kepala, leher dan otot
tangan
|
12 pasang
|
Punggung
|
Organ-organ dalam
|
5 pasang
|
Lumbal/pinggang
|
Paha
|
5 pasang
|
Sakral/kelangkang
|
Otot betis, kaki dan jari kaki
|
1 pasang
|
Koksigeal
|
Sekitar tulang ekor
|
1.
Sistem saraf
autonom (tak sadar)
Sistem saraf autonom merupakan bagian
dari susunan saraf tepi yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara
otomatis. Sistem saraf autonom mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti
otot perut, pembuluh darah, jantung dan alat-alat reproduksi. Menurut
fungsinya, saraf autonom terdiri atas dua macam yaitu:
a.
Sistem saraf simpatik
b.
Sistem saraf parasimpatik
Sistem saraf simpatik
dan sistem saraf parasimpatik bekerja secara antagonis
(berlawanan) dalam mengendalikan kerja suatu organ. Organ atau kelenjar yang
dikendalikan oleh sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik disebut
sistem pengendalian ganda.
Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah sebagai berikut :
-
Mempercepat denyut jantung
-
Memperlebar pembuluh darah
-
Memperlebar bronkus
-
Mempertinggi tekanan darah
-
Memperlambat gerak peristaltis
-
Memperlebar pupil
-
Menghambat sekresi empedu
-
Menurunkan sekresi ludah
-
Meningkatkan sekresi adrenalin.
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf
simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf
parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.
2.
Pengertian
Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyakit generasi neuron
kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang
orang berusia 65 tahun ke atas (Arif Muttakin, 2008).
Penyakit Alzheimer, atau demensia senil dari
tipe Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan
untuk merawat diri (Brunner & Suddarth, 2002).
Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak
mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua (http://id.wikipedia.org/wiki/Alzheimer, 2011).
Alzheimer
atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf otak yang
kompleks dan progresif yang di sebabkan karena berkurangnya gizi di otak (http://www.lenterabiru.com/2010/02/alzheimer.htm,
2011).
2.
Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang
telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus,
polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament,
presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan
atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan
sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika
(lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus faktor genetika.
3.
Patofisiologi
Sejumlah Patofisiologi penyakit alzheimer yaitu:
1.
Faktor
genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50%
prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominan.
Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai
resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol
normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early
onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm,
sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19.
Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21,
setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque
dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan
kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit
alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50%
adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam
penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan
faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
2.
Faktor
infeksi
Ada hipotesa
menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang
dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi
reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat
yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti
Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit
alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a. manifestasi klinik
yang sama
b. Tidak adanya respon
imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid
pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala
mioklonus
e. Adanya gambaran
spongioform
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat
berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar lain,
aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial
pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan
senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara
pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer
atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan
keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa
yang belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan
depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke
intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma energi
seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita
alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan
peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan
meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto
merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda
karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang
menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita
Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a.
Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap
aktivitas spesifik neurotransmiter degan cara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas
kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan
biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik
ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus
basalis, hipokampus.
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan
yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit
alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang
normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat
mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.
b.
Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada
jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus
seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri,
berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.
Bowen et
al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer
menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et
al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik
pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.
c.
Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap
aktivitas neurottansmiter region hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio
hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d.
Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan
serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal
pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus
berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan
dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe
dorsalis.
e.
MAO
(Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.
Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin,
norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi
terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada
hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal dan
menurun pada nukleus basalis dari meynert.
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis
yang berkaitan dengan defisit kognitif multipel adalah gangguan memori
(termasuk ketidakmampuan untuk mempelajari informasi yang baru atau me-recall
informasi yang telah dipelajari sebelumnya), gangguan berbahasa (aphasia),
gangguan dalam kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik meskipun fungsi organ
motorik masih utuh (apraxia), gangguan dalam mengenali objek meskipun fungsi
organ sensorik masih utuh (agnosia), gangguan dalam kemampuan untuk
merencanakan, mengorganisasikan, berpikir sekuensial dan abstrak (gangguan
fungsi eksekutif). Dalam
perjalanannya, penyakit Alzheimer dapat dibagi dalam 3 fase yaitu:
a.
Fase awal (Ringan). Pada tahap ini
pasien mulai mengalami kehilangan memori maupun fungsi kognitif lainnya, tapi
pasien masih dapat mengkompensasinya dan masih dapat berfungsi secara normal
dan independen dengan sedikit pertolongan. Sikap apatis dan kecenderungan
menarik diri yang merupakan gambaran di semua fase, mulai timbul di fase ini.
Ciri-cirinya:
1) Gangguan
Kognitif dan memori :
-
Bingung, lupa nama dan kata-kata dan
menghindar berbicara untuk mencegah kesalahan.
-
Mengulang pertanyaan dan kalimat.
-
Lupa kisah hidup mereka sendiri dan
peristiwa yang baru terjadi.
-
Kurang mampu untuk mengorganisasikan
dan merencanakan sesuatu serta untuk berpikir logik.
-
Menarik diri dari lingkungan sosial dan
tantangan-tantangan mental.
-
Disorientasi waktu dan tempat ; dapat
tersesat di tempat-tempat yang familiar.
2) Gangguan berkomunikasi mulai timbul :
-
Mulai mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan diri mereka sendiri.
-
Kadang tidak mampu untuk berbicara
dengan benar meski masih dapat berespon dan bereaksi terhadap apa yang
dikatakan kepada mereka ataupun terhadap humor yang dilontarkan.
-
Mengalami kesulitan untuk memahami
bahan bacaan
3) Perubahan kepribadian mulai timbul :
-
Apatis, menarik diri dan menghindari
orang lain.
-
Cemas, agitasi dan iritabel.
-
Tidak sensitif terhadap perasaan orang
lain
-
Gampang marah terhadap hal-hal yang
mendatangkan frustasi, rasa lelah, ataupun kejutan.
4) Perilaku yang
aneh mulai timbul :
-
Mencari dan menimbun benda-benda yang
tidak berharga.
-
Lupa makan secara teratur ataupun hanya makan
satu jenis makanan saja.
b.
Fase menengah (sedang). Gambaran utama
dari fase ini adalah penurunan fungsi dari berbagai sistem tubuh pada saat yang
bersamaan dan membuat ketergantungan pada orang lain yang merawat menjadi
meningkat. Gangguan kognitif dan memori makin memberat, kepribadian mulai
berubah dan masalah-masalah fisik mulai meningkat. Muncul sikap agresif,
halusinasi dan paranoid. Ciri-cirinya :
1) Gangguan
Kognitif dan memori yang signifikan:
-
Lupa kisah hidupnya sendiri dan
peristiwa yang baru terjadi.
-
Mengalami kesulitan untuk mengingat
nama dan wajah teman dan keluarga. Tapi masih dapat membedakan wajah yang
familiar dengannya dari yang tidak dikenalnya.
-
Masih mengingat nama sendiri tetapi
kesulitan untuk mengingat alamat dan nomer telepon.
-
Tidak dapat berpikir logis secara
jernih. Tidak dapat mengatur pembicaraan mereka sendiri. Tidak dapat lagi
mengikuti instruksi oral maupun tulisan, masalah keuangan dan aritmatika
semakin meningkat.
-
Terputus dari realitas. Tidak mengenal
diri sendiri di depan cermin dan dapat menganggap suatu cerita di televisi
sebagai suatu kenyataan.
-
Disorientasi cuaca, hari dan waktu.
2) Gangguan
berkomunikasi :
-
Mengalami kesulitan dalam berbicara,
memahami, membaca dan menulis.
-
Mengulang-ulang cerita, kata-kata,
pertanyaan dan bahasa tubuh.
-
Masih dapat membaca tetapi tidak
berespon dengan tepat terhadap materi bacaannya.
-
Kesulitan menyelesaikan kalimat.
3) Perubahan
kepribadian mulai signifikan :
-
Apatis, menarik diri, curiga, paranoid
(seperti menuduh pasangan berhianat atau anggota keluarga ada yang mencuri).
-
Cemas, agitasi dan iritabel, agresif
dan mengancam.
-
Halusinasi dan delusi muncul. Dapat
melihat, mendengar, mencium dan mengecap sesuatu yang tidak nyata.
4) Perilaku aneh
yang timbul :
-
Perilaku seksual yang menyimpang
(seperti : menganggap orang lain sebagai pasangannya dan bermasturbasi di depan
umum).
-
Berbicara sendiri (hampir sepertiga
hingga setengah penderita alzheimer berbicara sendiri).
-
Perubahan siklus tidur yang normal (
terjaga sepanjang malam, tidur sepanjang siang)
5) Peningkatan
dependensi :
-
Dapat makan sendiri, tetapi perlu
bantuan untuk makan dan minum yang cukup
-
Membutuhkan bantuan untuk berpakaian
yang sesuai dengan cuaca atau situasi
-
Membutuhkan bantuan untuk menyisir
rambut, mandi, sikat gigi, dan menggunakan toilet
-
Tidak dapat lagi ditinggalkan sendiri
dengan aman (dapat meracuni diri sendiri, membakar diri sendiri).
6) Penurunan
kontrol sadar :
-
Inkontinensia uri dan feses.
-
Tidak merasa nyaman duduk di kursi atau
di toilet.
c.
Fase Lanjut (berat). Pada fase ini
dapat dijumpai kemunduran kepribadian, gejala kognitif dan fisik memberat.
Tingkah laku yang liar di fase awal perkembangan penyakit berubah menjadi lebih
tumpul. Beberapa ciri khasnya :
1) Kognitif dan
memori yang makin memburuk :
-
Tidak mengenali lagi orang yang
familiar, termasuk istri dan anggota keluarga yang lain.
2) Kemampuan
komunikasi benar-benar menghilang :
-
Tampak merasa tidak nyaman. Tetapi
dapat berteriak bila disentuh ataupun bergerak.
-
Tidak mampu untuk tersenyum dan
berkata-kata, atau berbicara dengan inkoheren.
-
Tidak dapat menulis dan memahami
material bacaan.
3) Kontrol sadar
terhadap tubuh hilang :
-
Tidak dapat mengontrol gerakan,
otot-otot terasa kaku.
-
Inkontinensia urin dan fecal komplit.
-
Tidak dapat berjalan, berdiri, sit up,
ataupun mengangkat kepala tanpa bantuan orang lain.
-
Tidak dapat menelan makanan dengan mudah,
sering tersedak .
4) Dependensi komplit
terhadap orang lain :
-
Membutuhkan bantuan di segala aktivitas
hidupnya.
-
Membutuhkan perawatan sepanjang waktu.
5) Penurunan
derajat kesehatan yang bermakna :
-
Sering terjadi infeksi, kejang-kejang,
penurunan berat badan, kulit menjadi tipis dan mudah terluka serta adanya
refleks-refleks abnormal.
6) Tubuh melemah :
-
Menolak makan atau minum, berhenti
kencing, tidak dapat berespon terhadap lingkungan.
-
Hanya dapat merasakan dingin dan rasa
tidak nyaman, serta hanya berespon minimal terhadap sentuhan.
-
Kelelahan dan tidur yang berlebihan.
-
Organ-organ sensoris tidak berfungsi
lagi ; bila organ sensoris masih berfungsi, otak tidak mampu menerima input.
7) Perubahan
kepribadian :
-
Apatis, menarik diri.
-
Kepribadian yang tumpul.
8) Perilaku yang
aneh :
-
Menyentuh sesuatu benda berulang-ulang.
5.
Komplikasi
-
Malnutrisi
Pasien
pada penyakit Alzheimer stadium berat akan timbul gejala tidur yang terlalu
banyak pada siang hari, nafsu makan menurun dan terbangun di malam hari, maka
mengakibatkan pasien tidak ada nafsu makan sehingga asupan nutrisi (seperti :
protein, karbohidrat, vitamin, dan lain-lain.) pada tubuh pasien menjadi
berkurang yang akan mengakibatkan pasien menjadi malnutrisi.
-
Kematian
Faktor
predisposisi dari penyakit Alzheimer salah satunya adalah virus , yang dimana
akan menginfeksi sel-sel saraf di otak, dimana diketahui di otak terdapat
kelenjar hipofisis yang mengatur seluruh kegiatan organ-organ vital tubuh, jika
ini yang terganggu akan mengakibatkan kematian.
6.
Pemeriksaan penunjang
1.
Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering
kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian
mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937) Kelainan-kelainan neuropatologi pada
penyakit alzheimer terdiri dari:
a.
Neurofibrillary
tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga
terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus
seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit
alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE,
sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.
b.
Senile
plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler,
astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat
berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada
neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan
pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan
auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)
mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c.
Degenerasi
neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama
didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan
pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus
seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.
d.
Perubahan
vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan
jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial,
amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,
oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e.
Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat
pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil
pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini
sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al, menyatakan lewy body merupakan
variant dari penyakit alzheimer.
2.
Pemeriksaan
neuropsikologik
Penyakit
Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test
psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting
karena:
a.
Adanya
defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui bila
terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b.
Pemeriksaan
neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk membedakan kelainan
kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
c.
Mengidentifikasi gambaran kelainan
neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
The Consortium to
establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu
prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang
bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri
dari:
1.
Verbal
fluency animal category
2.
Modified
boston naming test
3.
mini mental
state
4.
Word list
memory
5.
Constructional
praxis
6.
Word list
recall
7.
Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3.
CT Scan dan
MRI
Merupakan
metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan
volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini
berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal
menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan
yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan
pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita
sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba
serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik
danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan
intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada
daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif
untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
4.
EEG
Berguna
untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik
5.
PET
(Positron Emission Tomography)
Pada
penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma
O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take sangat menurun pada regional
parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu
dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
6.
SPECT
(Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas
terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini
(SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
7.
Laboratorium
darah
Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya
seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan
secara selektif.
7.
Peatalaksaan Medis dan Keperawatan
a. Penatalaksanaan
Medis
Pengobatan
penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan,
vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor
kolinesterase
Beberapa
tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan
anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine).
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama
pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti
kolinergik akan memperburuk penampilan
intelektualpada orang normal dan penderita alzheimer.
2.
Thiamin
Penelitian
telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase
dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin
hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan
perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode
yang sama.
3.
Nootropik
Nootropik
merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada
penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4.
Klonidin
Gangguan
fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral
selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki
fungsi kognitif.
5.
Haloperiodol
Pada
penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi
sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6.
Acetyl L-Carnitine
(ALC)
Merupakan
suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym
ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis
1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi ini
bertujuan agar penderita Alzheimer menjadi lebih mengenal dan lebih siap
menghadapi penyakitnya, serta lebih dapat memanage dirinya sendiri. Dapat
dilakukan beberapa intervensi seperti:
1.
Pendekatan prilaku, yaitu dengan
mengidentifikasi dan menurunkan masalah prilaku pasien seperti mengompol.
2.
Pendekatan emosi, meliputi reminiscence
therapy (bermanfaat untuk kognitif dan mood pasien), validation therapy,
supportive psychotherapy, sensory integration disebut juga snoezelen, dan
simulated presence therapy.
3.
Pendekatan kognitif, yaitu dengan
melatih kemampuan berpikir pasien, mengenal lingkungan pasien, dan berusaha mengingatnya.
4.
Pendekatan stimulasi orientasi, yaitu dengan
terapi kesenian, terapi musik, terapi binatang peliharaan, beraktifitas, dan
rekreasi
5.
Caregiver diperlukan
ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas setiap hari seperti
sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi progresivitas
penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan infeksi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar