Selasa, 25 September 2012

Asuhan keperawatan konjungtivitis


LAPORAN PENDAHULUAN
KONJUNGTIVITIS

1.      Tinjauan Teori   
A.    Anatomi Fisiologi
            Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
2.      Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpd6OVLpQ04MHKZrOjepg5ekGOqpDvsaV-2eouM2cQGa7d5hBRxl0Tv_G2wiAivEz3Hl46U14H3gcOOUdZPMBlTtZ8yN80vuUGAPsx1NR5aaFVdfp00uYH73KTC8D98-h7gVNpuyaJL7Zg/s400/NewPicture2.png        Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.


B. Fisiologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

C. Pengertian
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva akibat suatu proses infeksi atau respon alergi. (Corwin, 2001).

Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah. (Brunner & Suddarth,2001)
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).

D. Klasifikasi dan Etiologi
1. Konjungtivitis  Bakteri
            Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
2. Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
3. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4.Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing).
5.Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
§  Gonococ
§  Chlamydia ( inklusion blenore )
§  Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
§  Gonore                   : 1 – 3 hari
§  Chlamydia             : 5 – 12 hari

E. Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea  terken

F. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
1.      Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
2.      Produksi air mata berlebihan (epifora).
3.      Kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.
4.      Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik peradangan.
5.      Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
6.      Perbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
7.      Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).
8.      Nyeri dan terjadi gangguan tidur.

G. Penatalaksanaan
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.

I. Pencegahan
Pencegahan dari konjungtivitis dapat dilakukan :
1.    Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2.    Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
3.    Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain.
4.    Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
5.    Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
6.    Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain
7.    Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.
8.    Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.


J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.

K. Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1.      glaucoma
2.      katarak
3.      ablasi retina
4.      komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis sepertiekstropin, trikiasis
5.      komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6.      komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
7.      komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan.
2.         KONSEP DASAR ASUHAN KEPERWATAN
A.  Pengkajian
  Data subyektif
-  Pasien mengatakan nyeri pada mata.
-  Pasien mengatakan nyeri sedang (dengan skala nyeri 4-6 dari 0-10 skala nyeri yang diberikan).
- Pasien mengtakan nyerinya seperti terbakar.
- Pasien mengatakan kesulitan dalam melihat.
- Pasien mengatakan saat berjalan harus berhati-hati.
- Pasien mengatakan kurang jelas melihat.
- Pasien mengatakan penglihatannya kabur.
- Pasien mengatakan banyak mengeluarkan air mata.
- Pasien mengatakan banyak mengeluarkan secret
- Pasien mengatakan tidak nyaman saat tidur karena nyeri.
- Pasien mengatakan serink terbangun saat nyeri timbul.
- Pasien mengatakan tidak nyaman dengan keadaan matanya.
- Pasien mengtakan malu.
- Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya
- Klien mengatakan tidak tahu apa yang harus dilakukan

Data obyektif
-   Pasien terlihat gelisah.
- Nadi pasien meningkat ( > 100x / menit )
- Peningkatan tekanan darah ( > 120/80 mmHg )
- Peningkatan respirasi ( > 24x / menit )
- Peningkatan suhu (>37°c)
- Terjadi pseudoptosis.
- Pasien terlihat kesulitaan dalam melihat.
- Pasien meraba-raba jika ingin mengambil benda.
- Pasien saat beraktivitas harus di jaga.
- Pasien tampak susah mengenali benda.
- Terjadi pseudoptosis.
- Terjadi Epifora.
- Terdapat sekret
- Produksi air mata berlebihan (epifora).
- Terdapat secret pada mata.
- Pasien terlihat menggaruk matanya.
- Terjadi pembengkakan pada konjungtiva.
-  Pasien mengalami kesulitan tidur.
- pasien terlihat gelisah
- Pasien telihat terjaga saat  tidur
- Ada secret pada mata.
- Kemerahaan pada mata.
- Terjadi peradangan pada mata.
- Klien sering bertanya-tanya tentang penyakitnya
- Klien terlihat bingung

B.   Diagnosa
1.                   Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penglihatan di tandai dengan pasien mengatakan kurang jelas melihat,pasien mengatakan penglihatannya kabur.,pasien tampak susah mengenali benda,terjadi pseudoptosis,terjadi Epifora,terdapat sekret.

2.                   Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada mata di tandai dengan pasien mengatakan nyeri pada mata,pasien mengatakan nyeri sedang (dengan skala nyeri 4-6 dari 0-10 skala nyeri yang diberikan),pasien mengtakan nyerinya seperti terbakar,pasien terlihat gelisah,Nadi pasien meningkat ( > 100x / menit ),peningkatan tekanan darah ( > 120/80 mmHg ),peningkatan respirasi ( > 24x / menit ).
3.                   Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan ditandai dengan pasien mengatakan tidak nyaman saat tidur karena nyeri,pasien mengatakan serink terbangun saat nyeri timbul,pasien mengalami kesulitan tidur.,pasien terlihat gelisah,Pasien telihat terjaga saat  tidur.
4.                   Gangguan body image berhubungan dengan tidak menerima kondisi matanya di tandai dengan pasien mengatakan tidak nyaman dengan keadaan matanya,pasien mengtakan malu, ada secret pada mata,kemerahaan pada mata,terjadi peradangan pada mata.
5.                   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi  ditandai dengan klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya,klien mengatakan tidak tahu apa yang harus dilakukan,klien sering bertanya-tanya tentang penyakitnya,klien terlihat bingung
6.                   Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan  ketidakadekuatan pengobatan ditandai dengan pasien mengatakan banyak mengeluarkan air mata,pasien mengatakan banyak mengeluarkan secret,produksi air mata berlebihan (epifora),terdapat secret pada mata,pasien terlihat menggaruk matanya,terjadi pembengkakan pada konjungtiva,peningkatan suhu (>37°c).
7.                   Resiko cidera berhubungan dengan penurunan persepsi: penglihatan di tandai dengan pasien mengatakan kesulitan dalam melihat,pasien mengatakan saat berjalan harus berhati-hati, terjadi pseudoptosis,pasien terlihat kesulitaan dalam melihat,pasien meraba-raba jika ingin mengambil benda.,pasien saat beraktivitas harus di jaga.

C.   INTERVENSI
a.       Prioritas masalah
1)         Nyeri akut
2)        Gangguan persepsi sensori: penglihatan
3)        Gangguan pola tidur
4)        Gangguan body image
5)        Kurang pengetahuan
6)        Resiko penyebaran infeksi
7)        Resiko cidera

b.      Intervensi (TERLAMPIR)

D.       IMPLEMENTASI
                  Implementasi merupakan proses keempat dari seluruh proses keperawatan,dimana implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah disusun.
E.       EVALUASI
1.             Gangguan persepsi sensori : penglihatan dapat tertangani
2.             Nyeri akut dapat teratasi.
3.             Gangguan body image tidak terjadi
4.             Gangguan pola tidur dapat tertangani.
5.             Kurang pengetahuan dapat teratasi.
6.             Tidak terjadi cedera
7.             Penyebaran infeksi tidak terjadi.













 

WOC. KONJUNGTIVITIS














DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2001. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC

Corwin Elizabeth, 2001, Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar