Selasa, 25 September 2012

CKS



LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

 

A.    Anatomi fisiologi

Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium

Sistem persarafan terdiri dari otak, medula spinalis, dan saraf perifer. Struktur-struktur ini bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinasi aktifitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras secara langsung dan terus menerus. Responnya seketika sebagai hasil dari perubahan potensial elektrik, yang mentransmisikan sinyal-sinyal. Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Saraf merupakan sistem koordinasi pada tubuh kita. Sistem saraf merupakan sistem 

kontrol tubuh yang memberitahukan bagian-bagian tubuh. Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh

Fungsi sistem saraf yaitu :

1.      Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi

2.      Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain.

3.      Mengolah informasi sehingga dapat digunakan  segera atau menyimpannya untuk masa mendatang sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran.

 

a.      Otak

Dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, serebelum terdapat tiga lapisan dalam otak yaitu: durameter, arakhnoid dan pirameter.

Durameter

Lapisan paling luar, menutup otak dan mendulla spinalis,sifatnya liar,tebal dan tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu. Jika tekanan dirongga otak meningkalt, jaringan tertekan kearah tentarium atau berpindah kebawah, keadaan ini disebut herniasi.

Arakhoid

Membran bagian tengah yang bersifat tipis dan lembut, menyerupai sarang laba-laba, oleh itu disebut arakhnoid, berwarna putih karena tidak dialairi darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid yang bertanggung jawab memproduksi cairan serebrosfinal (css). Pada usia dewasa normal css diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150ml diabsorbsi oleh  villi. Villi mengabsorbsi  css juga pada saat darah masuk kedalam sisem (akibat trauma, pecahnya aneurisma, stroke  dan lain-lain) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila villi arakhnoid tersumbat dapat menyebabkan hidrosepalus.

Piameter

Membran yang paling dalam berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan  daerah otak.

1)      Serebrum

Terdiri dari dua hemisfer yaitu substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding  serebrum yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi kortek serebri, nukleus dan basal gang lia. Substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam dan terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-gabian otak dengan yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (teten sefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (ssp). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensia.

Lobus serebrum antara lin lobus frontal yang terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri. Lobus parietal (lobus sensori). Area ini menginterprestasikan sensasi, sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu maupun mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.

Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran, ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini. Lobus aksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab mengintepretasikan penglihatan

Dien sefalon

Fosa bagian tengah atau dien sefalon berisi talamus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis.

1)      Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua impus memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

2)      Hipotalamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom. Mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontruksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi horonal dengan kelenjar hipofisis, sebagai pusat lapar, mengontrol berat badan, mengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan respon emosional (malu, marah, depresi, panik dan takut).

3)      Kelenjar hipofisis

Hipofisis lobus anterior memproduksi hormon pertumbuhan, hormon adrenakortikatropil (Acth), prolaktin, hormon perangsang tiroid (TSH), Hormon folikel (FSH) dan luteinizing hormon (LH). Lobus posterior berisi hormon antidiuretik (ADH) yang mengatur sekresi dan retensi cairan pada ginjal. Dua syndrom yang sering muncul dihubungkan dengan abnormalitas ADH adalah diabetes insipidus (DI) dan syndrom ketidak tepatan ADH (SIADH)

Serabut syaraf dari semua bagian korteks membentuk bundel yang padat yang disebut kapsul internal masuk pons dan medulla dengan masing-masing bundel secara bersamaan menyilang ke posisi yang berlawanan. Beberapa akson-akson ini membuat hubungan dengan akson-akson dari serebelum, basal ganglia, talamus dan hipotalamus, beberapa akson lain menyambung dengan sel-sel syaraf otak. Serabut-serabut  syaraf lain dari korteks dan pusat subkortikal melalui saluran pons dan medulla menuju medulla spinalis.

2)      Batang otak

Terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata, otak tengah menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebelum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan morotik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medulla dan merupakan jembatan antara bagian serebelum, dan juga antara medulla dan serebelum. Pons berisis jaras sensorik dan motorik.

Medulla oblongata meneruskan serabut-serbaut motorik dari otak ke medulla spinalis dan serabur-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan tekanan darah dan sebagai asal usul saraf otak kelima sampai kedelapan.

3)      Serebelum

Terletak pada fossa pasterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan durameter nentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan getaran halus. Ditambah mengontrol getaran yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik.

 

b.      Sirkulasi serebral

Otak memerlukan aliran darah sekitar 750 mL/mnt agar dapat berfungsi penuh. Artei dan cabangnya di dalam otak menerima suplai darah dari arteri karotis interna kanan dan kiri, pembuluh arteri karotis memasuki cranium dibagian anterior pada setiap sisinya melalui basis kranii, kemudian bercabang membentuk arteri serebri anterior dan media yang menyuplai bagian anterior dan medial hemisfer serebri. Bagian posterior hemisfer serenri yang meliputi lobus oksipitalis, batang otak dan serebrum mendapat supali darah dari dua buah arteri vertebralis yang memasuki foramen magnum untuk membentuk arteri basalis. Arteri basalis ini, kemudian bercabang membentuk dua buah arteri serebri posterior. Arteri komunikan anterior dan posterior bergabung dengan dua sirkulasiini membentuk lingkaran pembuluh darah yang disebut siklus wilisi. Siklus ini memungkinkan pembentukan sirkulasi kolaterar jika terjadi okulasi pembuluh darah serebral. Autoregulasi didalam arteriola serebral memungkinkan distribusi aliran darah regional yang tepat pada bagian daerah otak. Drainase darerah vena terjadi secara langsung dari jaringan otak melalui pembuluh vena ke dalam sinus venosus yang berada diantara dua lapisan durameter, selanjutnya mengalirkan darah vena ke vena jugularis eksterna.

c.       Cairan Serebrospinal

Merupakan cairan bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007. diproduksi didalam pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat. Sistem ventrikular dan subarakhnoid mengandung kira-kira 150 ml air, 15 sampai 25 ml dari CSS. Terdapat di masing-masing ventikel lateral. CSS mengandung protein, glukosa dan klorida, juga mengandung immunoglobulin. Secara normal CSS mempunyai sedikit sel-sel darah putih dan tidak mengandung sel darah merah.

d.      Medulla Spinalis

Penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari.

Saraf-saraf Spinal medula Spinalis, tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen Servikal , 12 segmen Torakal, 5 Lumbal, 5 Sakral dan 5 segmen koksigeus. Medula Spinalis, mempunyai 31 pasang saraf spinal.

Kolumna vertebra melindung medula Spinalis, memungkinkan gerakan kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sakral dan tulang belakang koksigius.

Fungsi sumsum tulang belakang adalah :

1.      Penghubung impuls dari dan ke otak

2.      Memungkinkan jalan terpendek  pada gerak refleks

3.      Organ ini mengurus persyarafan tubuh, anggota badan  dan bagian kepala

e.       Jaras Visual

Serabut-serabut yang berhubungan dengan saraf optik berakhir pada pangkal masing-masing hemisfer. Sel-sel penerima ini bertanggunga jawab terhadap penglihatan. Pengkajian penglihatan pasien dilakukan melalui uji ketajaman penglihatan dengan menggunakan kartu snellen dan cara biasa dengan membaca koran. Penglihatan pasien harus diperiksa dengan dan tanpa koreksi lenda.

f.       Saraf Motorik Atas dan Bawah

Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel-sel syaraf. Salah satunya terdapat pada kortek motorik, serabut-serabutnya berada tepat pada traktus. Piramida atau penyilangan traktus piramida, dan serat lainnya berjalan menuju otot. Yang pertama disebut sebagia neuron motorik atas (upper motor neuron [UMN]) dan yang terakhir disebut sebagai neuron motorik bawah (lower motor neuron (LMN)). Setiap syaraf motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf-saraf motorik bawah.

Jaras motorik dari otak ke medulla spinalis dan juga dari sereberum ke batang otak dibentuk oleh (UMN). UMN mulai di dalam korteks  pada sisi yang berlawanan di otak, menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak. Menurun melalui trakrus kartikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN.

UMN seluruhnya berada dalam sistem syaraf pusat (ssp). LMN menerima impuls di bagian ujung posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN berakhir didalam otot. Ciri-ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN dibicarakan pada bagian sebelumnya yang terdapat dalam tabel berikut :

Akibat lesi Neuron Motor Atas (UMN) versus Neuron Motor Bawah (LMN)

LESI UMN

LESI LMN

Kehilangan kontrol volunter

Peningkatan tonus otot

Spastisitas otot

Tidak ada atrofi otot

Refleks hipertaktif dan abnormal

Kehilangan kontrol volunter

Penurunan tonus otot

Paralisis flaksid otot

Atrofi otot

Tidak ada / penurunan refleks

 

Jika UMN rusak atau hancur sering menyebabkan stroke, paralisis (kehilangan gerakan yann disadari) karena pengaruh hambatan dari UMN utuh pada keadaan ini mengalami kerusakan, gerakan refleks (tidak disadari) tidak dihambat. Akibat otot tidak atrofi atau menjadi lumpuh, tetapi sebaliknya tetap lebih tegang secara permanen daripada normal dan menunjukkan paralisis spastik.

Akibat dari rusaknya LMN adalah otot menjadi lumpuh dan orang tersebut tidak mampu menggerakkan otot. Paralisis flaksid (kelumpuhan dan atrofi) pada otot-otot adalah tanda spesifik pada penyakit LMN

 

 

g.      Kontrol Motor Ekstrapiramidal

Gerakan – gerakan otot yang halus, tepat dan kuat pada orang normal diakibatkan oleh pengaruh serebelum dan basal ganglia. Distinesia akibat adanya cedera pada intrakranial atau beberapa tipe perluasan massa (mis: hemoragi, abses atau tumor) dapat menyebabkan kehilangan tonus otot, lemah dan kelelahan pasien terlihat decorticate, decerebrate atau tubuh flaksid, terutama pada trauma serebri.

h.      Sistem Saraf Autonomik

Kontraksi otot-otot yang tidak di bawah kontrol kesadaran, seperti otot jantung, sekresi semua digesti dan kelenjar keringat dan aktivitas organ-organ endokrin dikontrol oleh sebagian besar komponen sistem saraf yang dikenal sebagai sistem syaraf autonom (SSA).

SSA berpusat pada serebelum dan basal ganglia. Keunikan dari sistem ini adalah :

pertama  SSA mempengaruhi pengaturan dimana sel-selnya tidak bersifat indivudial tetapi meluas pada sebagian besar jaringan dan seluruh organ. Kedua respon yang muncul tidak cepat tetapi hanya setelah periode yang lambat. Respon ini bersifat terus-menerus dengan jangka waktu yang panjang, yang tidak dimiliki oleh respon neurologik lainnya. Contohnya : pembuluh darah dan isi rongga perut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.     Pengertian Cedera Kepala

Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 1985)

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera paling sering dan merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara penyakit neurologist dan merupakan proporsi epodemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Bruner & Suddart, 2002)

Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan akhirnya oleh efek percepatan, perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku.(Price. J. Wilson, 2006)

Cedera kepala atau (cedera otak) adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk) (Sandra. M. Nettima, 2002)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan lalulintas. (Arif Mansjoer, dkk. 1999)

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. (http//www.staroncology.)

Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera atau trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, merupakan penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis karena menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia produktif.

 

C.    Etiologi

a.       Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.

b.      Trauma oleh benda tumpul

Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dan lain-lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan terjadi ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit, kepala, tengkorak dn otak.

 

D.    Klasifikasi cedera kepala

      Klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a.       Menurut jenis luka atau cedera

1)      Cedera kepala terbuka

Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak

2)      Cedera kepala tertutup

Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan edema serebral yang luas

b.      Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)

1)      Cedera kepala ringan (CKR)

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

2)      Cedera kepala sedang: (CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3)      Cedera kepala berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

c.       Menurut aktif tidaknya kepala

1)      Akselerasi

Kepala diam, benda aktif mendekati kepala benda

2)      Deselerasi

Kepala aktif mendekati kepala benda

 

E.     MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :

a.       Epidural hematoma

        Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan durameter. Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :

1)      Penurunan kesadaran

2)      Nyeri kepala

3)      Muntah

4)      Hemaparesis

5)      Dilatasi pupil ipsilateral

6)      Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular

7)      Penurunan nadi

8)      Peningkatan suhu

b.      Subdural hematoma

        Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan araknoid. Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena atau jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Gejala yang terjadi yaitu :

1)      Nyeri kepala

2)      Bingung

3)      Mengantuk

4)      Menarik diri

5)      Berpikir lambat

6)      Kejang

7)      Odem perut

c.       Subaraknoid hematoma

        Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan piameter. Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Gejala yang terjadi yaitu :

1)      Nyeri                                  

2)      Penurunan kesadaran        

3)      Hemiparese

4)      Dilatasi pupil ipsilateral

5)      Kaku kuduk

d.      Hematoma intraserebral

Perdarahan pada jangka otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena. Gejala yang terjadi yaitu :

1)      Nyeri kepala

2)      Penurunan kesadaran

3)      Perubahan tanda-tanda vital

4)      Dilatasi pupil

 

 

 

 

 

F.     PATOFISOLOGI

Cedera kulit kepala

Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.

            Cidera otak

Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio

Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial

Hematoma ( pengumpulan  darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :

1.      Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)

Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2.      Hematoma Subdural

Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.

3.      Hemoragi Intra cerebral dan hematoma

Hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.

 

G.    KOMPLIKASI

1.      Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK

2.      Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal

3.      Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka

4.      SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus

 

H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.       CT-Scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi gangguan strukrutal

b.      MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi

c.       X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur

d.      AGP : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan sirkulasi

e.       Cerebral Anglography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

f.       Lumbal fungsi : untuk menentukan ada atau tidaknya darah dalam CSS.

g.      Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

h.      Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

i.        EEG : untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang patologis.

j.        BAER (Brain Auditory Evoked Respon) :  menentukan fungsi korteks dan batang otak.

k.      PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.

l.        Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggungjawab terhadap penurunan kesadaran.

 

I.       PENATALAKSANAAN

Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan.

a.      Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal

1)      Menilai jalas nafas : Bersihkan jalas nafas dari debris atau muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan memasang kolar servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.

2)      Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotorak. Pasang oksimetri nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimun 95%.

3)      Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada, ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk meperiksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glutosa dan analisa gas darah arteri.

4)      Menilai tingkat kesadaran :

a)      Cedera kepala ringan (GCS13-15)

b)      Cedera kepala sedang (GCS 9-12)

c)      Cedera kepala berat (GCS 3-8)

b.      Mengontrol TIK pada cedera kepala :

1)      Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30 derajat

2)      Pertahankan kepala dan leher pasien dalam kesejajaran sentral (tidak memutar).

3)      Memberikan medikasi yang diserarkan untuk menurunkan TIK (misal : diuretik, kortikosteroid)

4)      Mempertahankan suhu tubuh normal

5)      Hiperventilasi pasien pada ventilasi mekanik : memberikan O2

6)      Mempertahankan pembatasan cairan

7)      Memberikan sedasi untuk menurunkan kebutuhan metabolik

c.       Glasgow Coma Scale (GCS)

1)      Membuka mata (E)

4 : spontan atau membuka mata spontan.

3 : terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau diperintah.

2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan pada jari.

1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.

2)      Respon verbal (V)

5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya, dimana berada, bulan dan tahun.

4 :  bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.

3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat bertahan, susunan kata-kata kacau atau tidak tepat.

2 :  tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih) tetapi tidak ada kata - kata yang dapat dikenal.

1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.

3)      Respon motorik (M)

6  :  mematuhi perintah misal ”angkat tangan”

5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut

4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan tanpa posisi fleksi abnormal

3 :  fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi tangan mengepal (postur dekortitasi)

2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)

1 :  tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid.

d.      Pemeriksaan sistem motorik

Mencakup pengkajian pada ukuran otot, tonus atot, kekuatan otot, koordinasi dan keseimbangan.

Pasien diintruksikan untuk berjalan menyilang di dalam ruangan, sementara pengkaji mencatat postur dan gaya berjalan. Lihat keadaan ototnya, dan bila perlu lakukan palpasi untuk melihat ukuran dan keadaan simetris. Keadaan atrofi atau gerakan tidak beraturan (tremor) perlu dicatat. Tonus otot dievaluasi dengan palpasi yaitu dengan berbagai variasi pada saat otot istirahat dan selama gerakan pasif. Pertahankan seuruh gerakan tetap dicatat dan didokumentasikan . keadaan tonus yang tidak normal mencakup spastisitas (kejang), rigititas (kaku atau fleksiditas).

1)      Kekuatan otot

Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstremitas sambil dilakukan penahanan.

Beberapa dokter mempunyai lima angka untuk menilai ukuran kekuatan otot. Nilai 5 adalah indikasi terhadap kekuatan konstraksi maksimal, nilai 4 untuk kekuatan sedang, nilai 3 indikasi kekuatan hanya cukup untuk mengatasi kekuatan gravitasi, nilai 2 menunjukkan kemampuan untuk menggerakkan tapi tidak dapat mengatasi kekuatan gravitasi, nilai 1 mengindikasikan kekuatan kontraksiminimal, dan 0 mengindikasikan ketidakmampuan sama sekali dalam melakukan kontraksi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar